About

Club Cooee

Pages - Menu

Selasa, 25 Juni 2013

Cara Alami: Sudahkah Kita Mandi Dengan Benar?

yess-online.com mengupas tuntas mengenai mandi, mulai dari langkah-langkah mandi dengan benar, hingga pentingnya mandi bagi tubuh dan kesehatan kita.

Langkah-langkah mandi yang benar adalah sebagai berikut:
  1. Setelah membasahi seluruh tubuh dengan air, urutan yang benar adalah keramas, cuci muka, kemudian membersihkan seluruh tubuh dengan sabun.
  2. Saat memakai body wash atau bar soap, mulailah dari bagian atas tubuh lalu ke bawah.
  3. Bersihkan dengan seksama bagian di bawah lengan (under arms), jangan sampai ada bekas deodorant tertinggal menempel di kulit agar ketiak tidak menghitam. Dan jangan lupa membersihkan private area- kita. Daerah ini membuat tubuh akan mengeluarkan bau tidak sedap kalau tidak dibersihkan dengan benar.
  4. Jangan lupa daerah belakang telinga, belakang leher, sela jari, balik lutut.
  5. Bilas sambil gosok dengan tangan untuk memastikan apakah ada daerah yang belum kita bersihkan dengan sabun.
  6. Setelah mengeringkan tubuh dengan handuk, pakai deodorant dan body lotion.
  7. Jangan lupa selalu pakai underwear yang bersih setelah mandi.
Pentingnya Mandi
  • Setelah beraktivitas seharian, berkeringat, tertempel debu, juga memakai berbagai body treatment product seperti deodorant, tentu kita perlu menghilangkan itu semua dari tubuh agar kita selalu hygiene. Ditambah kita juga perlu meluruhkan sel-sel kulit mati.
  • Berbagai bau dari sekitar kita, misalnya dari rokok atau yang lain, juga tertempel di baju, kulit dan rambut.
  • Selain dari ’luar’, tubuh kita juga mengeluarkan natural body odor, juga dari strong smelling foods yang kita makan.
  • Kita perlu stay hygiene agar terhindar dari berbagai penyakit karena kuman.
The Benefits
  • Mandi akan mendinginkan temperature dalam tubuh kita.
  • Me-refresh setelah capek beraktivitas, bahkan bisa meredakan ketegangan jika sedang stress dengan air temperatur sekitar 12-18 derajat celcius.
  • Membersihkan pori-pori kulit dengan menghilangkan debu yang menghalangi lubang pori. Dengan begitu, tubuh akan terasa lebih enteng dan kulit siap mengeluarkan kotoran lagi lewat keringat.
  • 70% tubuh kita isinya air, tapi banyak juga air yang keluar dari tubuh karena aktifitas. Nah, selain minum, mandi membantu kulit dan tubuh memperoleh air kembali.
For Health
  • Penelitian dalam New England Journal of Medicine menyebut mandi air hangat sekitar 32-35 derajat celsius dapat membuka pori-pori yang dapat membantu mengeluarkan racun. Ini bisa membantu menyembuhkan sakit otot, menjaga agar usus besar bekerja dengan baik, dan membantu menurunkan tingkat gula darah. Waktu yang dianjurkan selama 10-20 menit
  • Berendam selama 10 menit dalam air hangat bisa membantu memperbaiki kesehatan jantung.
  • Peredaran darah yang lancar penting untuk kesehatan. Mandi air dingin membuat darah beredar lebih lancar ke organ-organ.

Sumber: yess-online.com

Selasa, 18 Juni 2013

Macam-Macam Phobia

gambar: bendot-net.blogspot.com

Ada 3 macam phobia: 
1. Agoraphobia (phobia di tempat umum).
Agoraphobia merupakan ketakutan irasional/kecemasan yang sangat kuat saat seseorang berada di tempat umum dan sulit lari dari situasi itu. Agoraphobia adalah phobia saat berada di keramaian/tempat umum sehingga penderitanya mengurung diri di kamar. Agoraphobia kebanyakan diderita oleh wanita dan dengan pengobatan yang baik, 9 dari 10 penderita merasa terbantu

2. Phobia sosial (phobia terhadap situasi sosial tertentu).
Penderita phobia sosial tidak hanya pemalu tetapi juga cemas dan takut luar biasa saat berada di situasi sosial tertentu.
3. Phobia spesifik (terhadap obyek tertentu):
  • Claustrophobia adalah phobia berada di tempat tertutup. Jenis phobia spesifik yang paling umum. Penderita claustrophobia akan ketakutan luar biasa saat naik lift atau berjalan di dalam terowongan/lorong yang sempit. Penderita claustrophobia akan menghindari ruangan yang sempit dan memilih duduk di dekat pintu keluar/jendela saat dalam ruangan.
  • Arachnophobia adalah phobia terhadap laba laba. 
  • Ophidiophobia adalah phobia terhadap ular. 
  • Ornithophobia adalah phobia terhadap burung. 
  • Apiphobia adalah phobia terhadap lebah. Phobia terhadap binatang umumnya terbentuk sejak anak anak dan bisa hilang di masa itu atau menetap sampai dewasa.
  • Brontophobia adalah phobia terhadap guntur sedangkan astraphobia adalah phobia terhadap guntur dan petir.
  • Acrophobia adalah phobia ketinggian. Penderitanya ketakutan saat berada di ketinggian, menaiki atau menuruni tangga. Phobia ketinggian bisa sangat berbahaya saat seseorang terpaku tidak bergerak di ketinggian/saat menuruni tangga.
  • Aerophobia adalah phobia terbang/menumpang pesawat terbang. Phobia ini karena trauma mengalami/menyaksikan kecelakaan pesawat. 
  • Hemophobia adalah phobia terhadap darah. Trypanophobia adalah phobia disuntik. Pingsan adalah gejala yang umum terjadi saat seseorang phobia melihat darah dan phobia disuntik. 
  • Triskaidekaphobia adalah phobia terhadap sesuatu yang berhubungan dengan angka 13. 
  • Phasmophobia adalah phobia terhadap hantu atau setan. Chiroptophobia adalah phobia terhadap drakula/vampir. 
  • Emetophobia adalah phobia terhadap muntah. Umumnya karena trauma dengan muntahan. 
  • Carcinophobia adalah phobia terhadap kanker atau menderita kanker.
  • Neophobia adalah phobia terhadap hal hal yang baru.
  • Gerontophobia adalah phobia menua atau berumur makin tua.
Dikutip oleh LyngLyng dari Berbagai Sumber.

Selasa, 11 Juni 2013

Tradisi Pemberian Nama Orang Bali


Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta (wangsa) dan urutan kelahiran. Menurut “sastra kanda pat sari“, Nama-nama depan khas Bali itu sejatinya tidak lebih sebagai semacam penanda urutan kelahiran sang anak, dari pertama hingga keempat, adalah sebagai berikut:
1. Anak pertama biasanya diberi awalan “Wayan” diambil dari kata wayahan yang artinya tertua/lebih tua, yang paling matang. Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga kerapkali digunakan Putu atau Gede. Dua nama ini biasanya digunakan oleh orang Bali di belahan utara dan barat, sedangkan di Bali Timur dan Selatan cenderung memilih nama Wayan. kata “Putu” artinya cucu. Sedangkan “Gede” artinya besar /lebih besar. Dan untuk anak perempuan kadang diberi tambahan kata “Luh” Contoh : I wayan budi mahendra, Ni Putu Erni Andiani, I Gede Suardika, Ni Luh Putu Santhi dll
2. Anak kedua biasanya diberi awalan “Made” diambil dari kata madya (tengah). Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga kerap diberi nama depan “Nengah” yang juga diambil dari kata tengah. Ada juga yang menggunakan kata “Kadek” merupakan serapan dari “adi” yang kemudian menjadi “adek” yang bermakna utama, atau adik. Contoh: I Kadek Mardika, Ni Made Suasti, Nengah Sukarmi dll
3. Anak ketiga biasanya diberikan nama depan “Nyoman” atau “Komang” yang konon diambil dari kata nyeman (lebih tawar) yang mengambil perbandingan kepada lapisan kulit pohon pisang, dimana ada bagian yang selapis sebelum kulit terluar yang rasanya cukup tawar. Nyoman ini konon berasal dari serapan “anom+an” yang bermakna muda. Kemudian dalam perkembangan menjadi komang yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna “sisa” atau “akhir”. Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja. Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih “bijaksana”.
4. Anak keempat biasanya diawali dengan sebutan “Ketut”, yang merupakan serapan “ke + tuut” – ngetut yang bermakna mengikuti mengikuti atau mengekor. Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang.
Bila keluarga berancana gagal dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, Ada 2 alternatif yang bisa dipakai orang tua untuk memberi nama depan pada anak kelima, keenam, dan seterusnya. Nama depan untuk anak kelima dan seterusnya mengulang kembali nama-nama depan sebelumnya sesuai urutannya. Ada orang tua yang sengaja menambahkan kata “Balik” setelah nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak yang keempat. Contohnya: I Wayan Balik Suandra.
Untuk membedakan jenis kelamin, orang bali mengawali setiap nama dengan menambah satu kata lagi, yaitu Awalan “I” untuk anak lelaki Awalan “Ni” untuk anak perempuan. Tapi tidak semua kasta (wangsa) orang Bali menggunakan kata I atau Ni. Misalnya dari golongan Anak Agung semuanya akan diawali dengan kata “Anak Agung”, “cokorda” dll.
Selain menunjukkan urutan kelahiran, ada nama depan tertentu yang menunjukkan kasta di bali. Penamaan berdasarkan Kasta ini merupakan gelar warisan turun temurun yang melekat pada keturunan orang Bali yang dulunya memiliki kelas tersendiri berdasarkan profesinya.
Ada 6 urutan nama yang menunjukkan kasta seseorang. Berikut ini adalah urutannya.
  1. Kasta tertinggi (brahmana), untuk keturunan pendeta biasanya namanya diawali dengan Ida Bagus (laki-laki) atau Ida Ayu (perempuan), Ida Ayu bisa disingkat jadi Dayu. Contohnya: Ida Bagus Dharmaputra, Ida Ayu Diah Tantri.
  2. Kasta kedua, ksatria tapi untuk keturunan raja-raja. Biasanya namanya diawali dengan Cokorda. Contohnya: Cokorda Rai Sudarta, I Dewa Putu Kardana, I Gusti Ngurah Adiana, dll.
  3. Kasta ketiga, ksatria juga tapi untuk keturunan anak-anak raja yang tidak menjadi raja (bukan putra mahkota). Biasanya namanya diawali dengan Anak Agung atau biasanya disingkat jadi A.A. Contohnya: Anak Agung Komang Panji Tisna, Anak Agung Ayu Wulandari.
  4. Kasta keempat, masih ksatria, tapi untuk keturunan pendekar-pendekar. Biasanya namanya diawali dengan Dewa (laki-laki) atau Desak (perempuan).
  5. Kasta kelima atau vaisya, yaitu untuk orang-orang terpandang, misalnya pengusaha, pemilik sawah dan lain-lain, tapi tidak termasuk dalam lingkungan puri/kerajaan. Kasta ini sebenarnya hanya sedikit di atas kasta sudra. Malah untuk era saat ini kebanyakan orang sudah menganggap orang berkasta kelima ini sama saja dengan orang yang tidak memiliki kasta (kasta sudra). Kasta ini biasanya namanya diawali dengan I Gusti (laki-laki) atau I Gusti Ayu (perempuan).
  6. Kasta keenam atau yang terakhir yaitu kasta sudra. Orang Bali biasa menyebut dengan orang tak berkasta karena hanya orang biasa seperti buruh, petani, dll. Biasanya namanya tidak menyandang berbagai gelar seperti yang disebutkan di atas, langsung saja Ni Luh, Ketut, Made, Nyoman.

Disamping itu ada sapaan yang biasa diberikan oleh orang yang lebih kecil kepada yang lebih tua dan sebaliknya. Diantaranya:
  • Sapaan “Bli” untuk setiap pria yang ditemui. Terlepas itu benar atau salah, orang Bali tidak pernah mempermasalahkan. Mereka lebih cenderung untuk menghargai pengunjung yang berusaha “menghormati” dengan sebutan yang lebih akrab seperti “Bli”.
  • Sebutan “Mbok” diberikan untuk wanita Bali.
  • Sapaan “Adi / adik” atau menyebut nama langsung diberikan kepada wanita ataupun pria yang lebih muda.
  • Selain itu ada panggilan akrab yang sering didengar untuk memanggil orang bali yang masih kecil, anak remaja atau lebih muda (kira – kira belum menikah) diantaranya panggilan “Gus” untuk laki-laki. Gus ini bersumber pada kata “bagus” yang artinya tampan, ganteng, dan panggilan “Gek” merupakan singkatan dari “Jegeg” yang artinya cantik, ayu.
  • Tugeg : singkatan dari Ratu-Jegeg, panggilan kehormatan untuk perempuan bangsawan (kasta Brahmana) dari kasta yang lebih rendah.
  • Jero : panggilan untuk perempuan yang menikah dengan bangsawan.
  • Wang jero : pembantu perempuan
  • Meme : ibu
  • Aji : ayah
  • Tiang : saya
Dikutip oleh LyngLyng dari berbagai sumber.

Selasa, 04 Juni 2013

Belajar Menulis: Mengatasi Writer Block

gambar: writinghappiness.com

Beberapa Penyebab Writer Block:

  1. Secara materi, putus nulis pertanda utama kalian belum menguasai tema yang sedang ditulis.
  2. Secara teknik, menandakan kalian masih terlalu monoton (kurang kaya cara) dalam cara menuliskan tema.
  3. Secara kosakata, pertanda kalian kurang kaya pilihan kata.

Cara mengatasi Writer Block:
  1. Tentang materi: Kita harus mencari data dan info yang lebih banyak lagi. sampai kita merasa sudah menguasai lebih detail. Kemudian harus direnungkan, pantangin dalam pikiran dan rasa, agar penguasaan tema lebih dalam.
  2. Tentang teknik: cara terefektif memperkaya cara-cara itu ialah dengan mencermati dan mengamati teknik-teknik yang dipake orang. Terapkan penggunaan teknik-teknik orang dengan bahasa kita, pada gilirannya kita akan bisa mengembangin teknik sendiri.
  3. Tentang diksi atau kosakata: bisa diperkaya dengan banyak membaca apapunm terutama karya orang-orang senior. Praktek langsung dalam tulisan kita dengan menggunakan ragam idiom yang kita dapat dari bacaan-bacaan tersebut.
  4. Tips tambahan: jika buntu, berhenti dulu, tutup, rehat, relaks, tetapi tetap sambil memikirkan itu mau dikembangin kemana. Jangan terlalu lama mendiamkannya sebab bisa saja justru akan menghilangkan passion kita pada tema yang macet tadi.
  5. Nonton film, cerita ke temen, biar dapat view baru akan banyak membantu mengatasi kendali macet itu.

Tips Memperkaya Kosakata:



  1. Pengayaan kosakata HANYA bisa diraih dengan banyak baca, lihat kamus, ngobrol, bergaul, mendengarkan, merenung, menghafal dan latihan.
  2. Pemakaian kosakata hanya akan tepat guna, tidak cuma sok berpuisi, agar tastenya dapet HANYA dengan mempraktekkan kosakata baru dalam tulisan.
  3. Kata "bergerak": melintas, berkelejar, berkelindan, berarak, beriringan, berajutan, melindap, melangkah, menuju, berkelebat.
  4. "Kata"= ujar, sahut, ucap, desah, bisik, gumam, batin, dengus, lenguh, sergah, jerit, pekik, lengking, derit, desau, lirih.
  5. Jangan pernah terjebak dalam "makna formal" kata ya, kembangin luas maknanya, asal tepat guna, pasti jadi kekuatan kalimatmu.
  6. Bebaskan kata dari belenggu definisi formal yang selama ini kalian kenal, dengan catatan digunakan secara tepat biar pembaca tetap paham. Misalnya kita taunya kata "sakit" itu penyakit, kenapa gak dibebasin maknanya jadi: sakit harapan, terancam sakit keren, sakitnya terpesona. Contoh kalimatnya: "Sakit terindahku ialah saat diguyur hujan di ketinggian gunung yang beku dalam dekapanmu yang sanggup membaca bisik jantungku."
 Sumber: Chirpstories

Popular Posts

 
Design by Satria Adhi