About

Club Cooee

Pages - Menu

Selasa, 28 Mei 2013

Belajar Menulis: Mengenal dan Menulis Flash Fiction

gambarwikihow.com

Flash Fiction adalah Karya fiksi yang singkat dengan jumlah kata tidak lebih dari 1000 kata. Umumnya, 100-500 kata. Umumnya beberapa unsur cerita, dalam Flash Fiction muncul secara tersirat, sehingga minim deskripsi. Keunikan dari Flash Fiction yaitu memiliki twist, sebuah akhir cerita yang tidak terduga. 
Berikut ini, Nulisbuku akan memberikan tips-tips dalam menulis Flash Fiction:
  1. Mulailah dengan sebuah ide yang sederhana. Dalam menulis Flash Fiction cobalah dimulai dengan ide yang sederhana sebagai bagian dari sebuah masalah yang kompleks. Apapun idenya, tulislah. Gunakan topik yang kecil dan membangun. 
  2. Lupakan deskripsi. Gunakan sesingkat mungkin deskripsi di awal cerita, jika bisa hilangkan dekripsi awal. Karena  Flash Fiction lebih singkat dari cerpen, maka adanya deskripsi awal akan membuat flash fiction menjadi bertele-tele.
  3. Mulailah dari tengah. Seperti pada poin 2, keberadaan deskripsi awal sebagai pembukaan pada Flash Fiction tidaklah berarti. Mulailah cerita dari konflik yang terjadi dan buatlah Flash Fictionmu menarik! Meskipun dimulai dari tengah cerita, unsur-unsur cerita seperti karakter, setting, dll harus tetap ada. Caranya? Sampaikan beberapa unsur tersebut secara tersirat.
  4. Gunakan kalimat aktif. Umumnya, kalimat aktif muncul sebagai dialog tokoh. Kunci menulis fiksi adalah dengan menunjukkan bukan menceritakan. Dengan lebih banyak menggunakan kalimat aktif, ceritamu akan lebih banyak menunjukkan unsur-unsur secara intrinsik. Jadi, tanpa perlu mendeskripsikan bahwa tokoh Flash Fictionmu adalah antagonis dapat tersirat dalam dialognya.  
  5. Gunakan sindiran secara tak langsung (Allusive). Sindiran secara tak langsung ini dapat berfungsi sebagai referensi. Kalian bisa mengacu pada peristiwa sejarah, biografi seorang tokoh atau yang lainnya. Hati-hati menggunakan bahan yang terlalu jelas, pembaca harus bisa membuat kesimpulan dari Flash Fictionmu. Contoh dari penggunaan allusive misalnya tenggelamnya kapal Titanic. 
  6. Gunakan twist. Twist merupakan suatu akhir Flash Fiction yang tidak terduga. Tapi, bukan berarti akhir yang mengejutkan itu tidak cocok dengan keseluruhan isi cerita. Melainkan, sesuatu yang membuat pembaca merasa bahwa bahwa hal itu hadir, tapi masuk akal.
  7. Baca dan Edit. Ingat! Bahwa yang sedang kalian buat adalah sebuah Flash Fiction bukan cerpen, jadi tentukan waktu untuk mengakhiri cerita. Sehingga cerita tidak terlalu panjang yang pada akhirnya menyebabkan Flash Fictionmu menjadi cerpen. Jika Flash Fiction sudah selesai, bacalah! Apabila Flash Fiction terlalu panjang, seperti cerpen maka editlah. Buang hal-hal yang tidak penting sehingga menjadi cerita yang ringkas, itulah Flash Fiction.
Sumber: @nulisbuku

Selasa, 21 Mei 2013

Belajar Menulis: Dialog dan Narasi

gambar: odazzander.blogspot.com

Penggunaan Dialog dalam Novel

Selain narasi\paparan, dialog\obrolan tokoh-tokoh adalah bentuk yang lazim ada dalam sebuah cerita. Fungsi dialog adalah untuk menguatkan jalan cerita dan juga “mencairkan” narasi agar tidak terlalu berat dibaca. Tetapi juga jangan isinya dialog melulu sebab narasi juga diperlukan untuk membangun paparan suasana dan emosi tokoh, sebaiknya seimbang aja. Materi atau jalan cerita yang sudah dikandung narasi jangan diulang dalam dialog, sebaliknya pula, keduanya untuk saling menguatkan. 
Dialog bisa ditempatkan dimana saja, sesuai kebutuhannya, bahkan bisa dijadikan siasat untuk menyambung antar paragraf, seperti saat buntu. Dialog membantu pembaca untuk memahami aksen bicara dan karakter tokoh. Setiap tokoh punya gaya berbicara yang berbeda-beda. Tunjukkanlah! 

Ada 5 faktor yang mempengaruhi gaya berbicara tokoh:
  1. Geografis. Ingat! Orang Betawi tidak memiliki akses seperti orang Jawa, dan sebaliknya.
  2. Pendidikan. Gaya berbicara tokoh seorang direktur tentu berbeda dengan seorang pedagang .
  3. Personaliti. Dipengaruhi sifat tokoh yang mudah marah, mudah tersinggung ataukah terlalu sabar?
  4. Lawan bicara. Perhatikan dengan siapa si tokoh berbicara? Guru? Orang tua ataukah anak-anak? Tentunya harus berbeda.
  5. Respon. Respon terhadap lawan bicara atau terhadap keadaan, apakah si tokoh takut, gugup ataukah menutup diri?

Sulit? Tentu tidak! Hanya saja kita harus banyak belajar. Caranya?
  1. Perhatikan gaya bicara orang-orang di jalan atau di sekitarmu. Mereka punya cara bicara yang khas, bukan?
  2. Yang paling utama adalah dengan memahami karakter/tokohmu.
  3. Ucapkan dan ulangi dialog tersebut hingga sesuai dengan tokoh.

Sekarang, perhatikan Do’s and Don’ts dalam membuat dialog:
  • Do’s: Perhatikan gaya bicara masing-masing tokoh. Ingat! Gaya bicara pasti berbeda-beda. 
  • Do’s: Potong dialog-dialog yang tidak terlalu penting. Jangan terlalu banyak agar pembaca tidak bosan
  • Do’s: Tunjukkan emosi tokoh dengan dialog, bukan diceritakan. Misalnya jangan tuliskan “dia berkata dengan marah.” tetapi tunjukkan kemarahan tokoh melalui dialog.
  • Do’s: Pastikan dialog logis sesuai karakter tokoh. Jangan sampai anak SD kok ngomong tentang filsafat hermeneutika Gadamer dan Dilthey dan Ricoeur.
  • Do’s: Sertakan keterangan-keterangan emosi tokoh dalam berdialog itu. Seperti: Marah. Tawa. Nangis. Datar. Dll. Tetapi inget keterangan itu jangan dipakai pada tiap dialog. Tetapi juga seperlunya. Yang penting juga kejelasan pengucap, agar pembca tidak bingung.  
  • Do’s: Keterangan itu bisa banyak diksinya, jangan cuma “kata agus”. Bisa juga dengan menggunakan: Ujar, sahut, celoteh, sergah, bisik, dengus, potong, balas, gumam… Sorot, nanar, tajam, isak, timpal, sela, tukas, bahas, terang, tegas, geleng dll. 
  • Do’s: Kata keterangan juga bisa ditaruh di depan, tengah dan belakang. Variasikanlah! Bosen kan kalo dari depan mulu.
    Do’s: Gunakan tanda baca dengan tepat! Tanda baca diperlukan untuk menggambarkan suasana emosi dialog itu. 
  • Do’s: Selipkan narasi-narasi pendek di antara dialog-dialog itu, ini jg bagian dari strategi variasi itu tadi. 

  • Don’ts: Jangan banyak berbasa basi, misalnya dengan dialog “Hai”, “Halo”, “Apa Kabar?” dsb, tetapi fokuslah terhadap apa yang hendak disampaikan melalui dialog itu.
  • Don’ts: Jangan merasa wajib untuk memberikan tag pada setiap dialog. Misalnya, “kata Tina” atau “tanya Silvi” tidak perlu dituliskan bila sudah cukup jelas.
  • Don’ts: Jangan membuat pembaca bingung dengan dialog yang disampaikan. Karena dialog seharusnya memperjelas dan bukan membingungkan.
  • Don’ts: Jangan jadikan dialog tokoh-tokoh sebagai “corong kultum” penulis. Jangan! Dialog harus selalu sesuai dengan tokoh dan konflik dengan alamiah dan logis. Betapa membosankannya pembaca melihat dialog kultum: kau harus shalat dhuha agar rezekimu lancar! Shalat dhuha adalah…. *jgn terseret dialog.
  • Don’ts: Jangan kaku dalam menjalinkan dialog. Buatlah selincah mungkin bak kita sedang mengobrol beneran sehari-sehari itu.
  • Don’ts: Jangan panjang-panjang dialog satu tokoh. Dialog masa sampe 3 halaman tanpa sela sahutan tokoh lain or narasi apa pun. Kesannya kayak khutbah. 


Narasi Dan Dramatisasi

Dramatisasi dilakukan dengan mendetailkan pengalaman kelima indera pada tubuh si tokoh. Bukan sembarang detail. Diksi pada frasa dan klausa sangat menentukan berhasil tidaknya penyampaian rasa pada pembaca. 

Seringkali terjadi kesalahan dalam mendramatisir suasana:
  • Untuk dramatisasi, penutur orang pertama paling berasa, tapi kadang penulis ‘offside’ karena membuat orang pertama tahu segala hal.  
    Misal penutur orang pertama, nama tokohnya Asep, tahu isi pikiran dan perasaan teman-temannya yang lain. Ini menabrak logika. 
    Kecuali kalau memang teman-teman Asep blak-blakan pada Asep tentang perasaannya. Kalau memang benar begitu, sampaikan pada narasinya. Jangan sampai ada narasi Asep, “Sebenarnya Nisa tidak mau belajar, tapi dia tetap belajar.” Dari mana asal pengetahuan itu? Jelaskan. 
  • Contoh kekeliruan lain: Asep adalah anak kampung yang putus sekolah, tapi pandai bicara tentang partitur ketika mendengar musik. 
  • Penutur orang pertama harus punya langit pengetahuan yang sesuai dengan pengalaman pribadinya. Yang tidak dialami, jangan diceritakan. 
    Kecuali, si Asep ini mendengar cerita dari temannya, tentang temannya yang lain. Terjelaskanlah kenapa dia bisa tahu ini dan itu.  
  • Diksi erat kaitannya dengan karakter tokoh. Jangan sampai seorang Jawa berlogat Sunda. Kalaupun mau begitu, jelaskan kenapa! Jika logat membias, pembaca-pembaca pemula dijamin tidak akan larut dalam suasana si tokoh, justru mempertanyakan narasinya. Contoh sederhana, Asep si anak Sunda, bernarasi, “Si Nurdin kegiatannya nongkrong tok.” Ada diksi yang mengganggu pembaca.  

Intinya, setiap tokoh dalam cerita mesti punya karakter dan langit pengetahuannya sendiri. Dalam penutur orang pertama, jika si tokoh utama menyimpang dari karakter atau keluar dari langit pengetahuannya, jelaskan sebabnya. 
Kalau memang mau segala tahu, melampaui langit pengetahuan setiap tokoh di dalam cerita, gunakan penutur orang ketiga. 
Meskipun memakai penutur orang ketiga, penulis baiknya tidak terlalu bernafsu menceritakan suasana (hati) semua tokoh. 
 
Dalam fiksi, ada hal-hal yang memang lebih baik tidak disampaikan dan biarkan pembaca memakai imajinasianya sendiri. Kerja penulis memang melebaykan keadaan; hasilnya bisa romantis, tragis, tapi bisa juga hambar, tergantung keberhasilan dramatisasi. 
Rindu mengigilkan selaput ari. *ekstrem* :) ) RT @rezanufa Jika pakai kulit untuk mendramatisasi, misal: angin menyayat, dsb


Membuat Kalimat Yang Benar -@bewriter01 (Chirpstories)

Kalimat yang baik memiliki struktur yang jelas. Umumnya Subyek (S) Predikat (P) obyek (O) n Keterangan (K) =SPOK. Tetapi tidak semua harus begtu, tergantung kebutuhan juga, minimal terpenuhinya struktur S P. 
    Subyek adalah pelaku, Predikat adalah kegiatan\kata kerja tentang pelaku ngapain, obyek adalah “sasaran” laku Subyek dan keterangan adlah penjelas. Tidak semua kata kerja (P) butuh obyek, 

    Mari kita praktek dan membandingkan kalimat dengan frase dengan ide “cinta dan pesek”.

      • Cowok gelap itu mengelus hidungnya yg sederhana di depan cermin buramnya (SPK) 
      • Dia merasa hidungnya adlah masalah terbesar dlm hidupnya (SPOK)
      • Dia lalu menangis terisak (SP)
      • Cowok yg berhidung sederhana itu, yg setiap malam bgtu rutin mematut hidungnya penuh duka, yg berharap ada keajaiban untuknya. (frase)
      • Cowok yg penangis itu, yg tlah bnyk membaca buku ttg panduan mudah dpt pacar, yg sellu curhat ke flashdisk 5 teranya. (frase)
      • Dia membayangkan kan btp indah hidupnya jika saja hidung sederhananya yg jd alsan @AvifahVe menolak cintanya tiba2 mancung (kalimat)
      • Dia heran, bgaimna mungkin @AvifahVe hnya melihat hdungnya, pdhl hatinta sngt bangir tuk selalu berikan yg terbaik padanya (kalimat)
      • akhirnya, dia mngerti bhw sikap @AvifahVe itu lntran dia terus terngiang sama mantannya yg berdada mancung itu (kalimat)

        Percuma kita membuat kata-kata sebanyak apapun jika ternyata lepas  dari struktur dasarnya itu, tidak akan menjado bacaan yang jelas bagi pembaca. Bandingkan dua sampel berikut untuk membedakan antara kalimat dengan frase:
        • Lelaki yang berkemeja kotak itu menandaskan bahwa ia bukanlah orang yang mereka cari. 
        • Lelaki yang berkemeja kotak, yang wajahnya tirus dengan tahi lalat tidak menarik macam @rezanufa dan hidung tenggelam kayak @vanBinu
        Selain kalimat dan frase, ada pula jenis lain yang bersifat penegas\pengiat cerita. Ini bisa dipakai pula sebagai trik menyambung kalimat. Misal: 
        • gue gak habis pikir kok bisa ya Dani nyahut begitu. Penat. Mumet. Benar-benar tak terpikirkan. Rasanya pengen marah….
        • Tetapi gue memilih diam aja daripada keadaan makin keruh. Meski nggak nyaman sih. Meski akhirnya kudu gue pikul sendiri. Ah, sial!
        Penggunaan tanda baca. Perhatikan penggunaan koma, titik, tanda tanya, tanda seru, dll, fungsinya harus tepat guna. Kesalahan menggunakan tanda baca bisa menghasilkan makna dan intonasi yang berbeda lho. Akibatnya cerita menjadi ganjil jalannya.
          --
          Sumber: Chirpstories @rezanufa dan @nulisbuku

          Belajar Menulis: Sudut Pandang “Point of View” dalam Novel

          gambar: ruangfreelance.com

          Berikut saya kutipkan kultwit tentang Sudut Pandang atau Point of View (POV) oleh @nulisbuku:
          Ada beberapa macam sudut pandang:
          1. Sudut pandang orang pertama merupakan keadaan dimana penulis adalah tokoh utama/tokoh sampingan dalam cerita. Sebagai tokoh utama, “aku” menceritakan tentang pengalaman dan peristiwa yang dialaminya sendiri. Sedangkan sebagai tokoh sampingan, “aku” memberikan cerita yang dialami tokoh lain kepada pembaca. Penggunaan sudut pandang orang pertama dapat membantu pembaca memahami perasaan dan pikiran tokoh utama secara langsung. Tapi, Hati-hati! Seringkali penulis terlalu asik untuk “menceritakan” dan lupa “menunjukkan”. Sehingga cerita menjadi kurang dramatis atau penulis kesulitan untuk memperkenalkan tokoh lainnya.
          2. Sudut pandang orang kedua. Umumnya menggunakan kata ganti “kau”, “kamu” atau “anda” .  Seolah-olah pembaca adalah tokoh utama dari cerita tersebut dan penulis adalah naratornya. Pada sudut pandang orang kedua, penulis dan pembaca bersama-sama memahami karakter dari tokoh utama. Sudut pandang orang kedua ini sudah jarang digunakan sehingga saat ini lebih dikenal sudut pandang orang pertama dan orang ketiga.
          3. Sudut pandang orang ketiga. Umumnya menggunakan kata ganti “dia” atau “ia”. Sudut pandang orang ketiga menunjukkan bahwa penulis berada di luar cerita tsb, penulis tahu mengenai cerita tersebut tetapi tidak terlibat. Pada sudut pandang orang ketiga, ada variasi penggunaan sebagai orang ketiga serba tahu atau orang ketiga sebagai pengamat. 
          • Orang ketiga serba tahu menunjukkan bahwa penulis mengetahui tindakan, pikiran bahkan perasaan tokoh utama.
          • Sedangkan orang ketiga sebagai pengamat adalah sudut pandang yang terbatas pada hal-hal yang objektif. Maksudnya, penulis hanya tahu sebatas pada tindakan tokoh utama namun tidak mengetahui pikiran dan perasaan tokoh utama.

          Penggunaan POV orang ketiga cukup efektif karena sifatnya yang fleksibel. Maksudnya fleksibel, pendeskripsian si tokoh utama bisa dilihat dari berbagai sisi.
          4. Sudut pandang campuran. Pada sudut pandang campuran, penulis menempatkan dirinya secara bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Ciri-cirinya: penulis menggunakan kata ganti yang berbeda-beda. Biasanya digunakan dalam fiksi bergenre misteri, karena penulis ingin menciptakan pola pikir yang “melompat” pada pembaca. Maksudnya agar pembaca melihat dari sisi tokoh yang berbeda dan agar teka-teki misteri terungkap di akhir cerita. Tapi sekarang sudut pandang campuran ini sudah digunakan di banyak genre fiksi lainnya.

          Selasa, 14 Mei 2013

          Belajar Menulis: Menciptakan Plotting

          gambar: catatanmodda.com

          Berikut saya kutipkan kultwit Tips Menulis mengenai Plotting oleh @nulisbuku.
          Plot adalah alur atau struktur dari sebuah rangkaian cerita yang tersusun secara berkesinambungan. Plot sangat penting untuk menjaga agar cerita kita tetap pada tempatnya.
          Ada 3 macam plot, yaitu plot flash-back, plot flash-forward dan plot campuran:
          1. Plot flash-back (alur balik) digunakan untuk menampilkan kisah pada masa yang lalu . 
          2. Plot flash-forward (alur maju) digunakan untuk menampilkan kisah saat ini hingga beberapa waktu yang akan datang.
          3. Plot campuran menceritakan masa lalu tokoh dan kisahnya saat ini. 

          Secara lebih rinci, plot dibagi menjadi 5 bagian: Pengenalan, Konflik, Klimaks, Post-Konflik dan Penyelesaian Konflik (Ending):
          1. Pada pengenalan, tokoh-tokoh dalam novel diperkenalkan, terutama peran tokoh utama harus ditonjolkan. Bagian pengenalan ini penting sebagai pengantar pembaca agar memahami konflik yang akan terjadi. Misalnya menjelaskan tentang siapa Rama, bagaimana kehidupannya serta apa goal yang ingin dicapainya.
          2. Konflik. Pada bagian ini dikisahkan kendala-kendala yang menghalangi tokoh dalam mencapai tujuannya. Biasanya, pada bagian ini mulai dihadirkan tokoh antagonis. Ada 3 macam konflik yaitu konflik antar-tokoh, konflik internal dan konflik impersonal.
          • Konflik internal merupakan konflik yang timbul dalam diri tokoh itu sendiri
          • konflik impersonal merupakan konflik yang timbul karena suatu keadaan, misalnya wabah penyakit, bencana alam, dll. 


          3. Klimaks. Inilah bagian terpenting dari sebuah cerita yang menentukan seberapa berhasilnya karya kita! karena pada klimaks inilah puncak permasalahan dijabarkan. Pada klimaks, kita membangun partisipasi pembaca, untuk mampu berimajinasi bahkan berkeinginan untuk menjadi sang tokoh utama. Oleh karena itu pada penjabaran klimaks, pengembangan karakter, setting serta suasana sangat dibutuhkan.
          4. Post-Konflik (Antiklimaks). Merupakan suatu tahapan dimana puncak masalah (klimaks) mulai menemukan jalan keluar.
          5. Penyelesaian Masalah (Ending). Bagian yang manjabarkan akhir dari konflik dan klimaks yang terjadi. Dikenal 2 jenis ending: eksplisit (happy/ sad ending) dan menggantung. 
          • Pada akhir eksplisit, menunjukkan suatu kesimpulan dan penyelesaian konflik yang jelas, berupa akhir yang bahagia maupun sedih.
          • Sedangkan pada akhir yang menggantung pembaca diminta untuk menebak-nebak penyelesaian konflik yang sesungguhnya terjadi.


          FAQ mengenai plotting:
          1. Bagaimana cara membuat plot? Mudah. Kita bisa menggunakan mindmap (peta pikiran) .
          2. Contoh plot yang baik bagaimana? Plot yang baik adalah plot yang tidak membingungkan pembaca.
          3. Berapa kira-kira jumlah tokoh untuk novel <200 hlm? Untuk jumlah tokoh tidak ada ketentuan khusus, umumnya ada sekitar +/- 8 tokoh dengan peran yang berbeda-beda.
          4. Contoh mindmap yang bisa kita pelajari untuk membuat sebuah tulisan yang panjang seperti apa? Untuk mindmap cukup ditulis kata kunci/ ide saja, jadi cukup ringkas kan? 

          @rezanufa, memberikan cara dan contoh membuat Outline (mind map) sebagai berikut:

          Tulislah judul, tokoh, karakter, konflik, dan ending dengan membentuk “jalan-jalan cerita” yang kita inginkan. Misal idenya tentang “cinta sebelah tangan”: 


          • Judul: Mendung Tak Berarti Hujan. 
          • Tokoh utama: van binu. 
          • Tokoh pendamping: nessa, dani, riri, bje, bjong
          • Awal: van binu ketemu nessa dikenalin oleh bje dan bjong. Tumbuh cinta. 
          • Tengah: van binu PDKT modal gerobaknya ….
          • Akhir: van binu menyatakan cinta kepada nessa di atas gerobaknya dan ternyata ditolak sebab nessa gak suka hidungnya yang pesek.

          Tips Mengatasi Kebuntuan Menyambung Paragraf

          • Buatlah coret-coret jalan cerita\outline dari A-Z; Apa yang dialami tokoh, berkonflik bagaimana dan dengan siapa, hingga endingnya. 
          • Udah itu dilakuin? Kalo udah sekarang mulai menulis. 
          Misal: idemu tadi tentang “mantan”, mau buka cerita dari ingatan pertama kenal, jadian di hutan, putus di halaman tetangga.
          Namanya LUHAN, cakep, sixpack, suka nraktirin, anak mami banget! Apa-apa kata mami dan itu yang membuat putus. 
            • Ayoooo mulai! Yaahh macet! Judul doang yang bisa: "Luhanku, Mamiku…."
            • Penyebab kita gagal memulai pasti karena kita terlalu banyak menimbang bagus\buruk kalimat pembukam kita! Catet ini! Jadi, sekarang buat apapun kalimat pembuka kita! Peduli bagus\buruk, pokoknya kudu buat kalimat pembuka! 
              Misal: senja kali ini terasa gersang di hatiku meski hujan baru saja mengguyur. 
              Misal: sedang apa kau, Luhanku? Masih ingatkah padaku? Sore ini aku kembali mengingatmu, seperti biasa
              Misal: tawa kecilmu yg khas, juga lesung pipitmu, masih saja terekam kuat dlm ingatanku, sampai sore ini 
              Misal: hal yg paling buatku selalu sulit melupakan bayanganmu ialah kau terllu baik bagiku, Han
              Misal: Han, orng bilang mantan itu menyebalkan, tapi tidak berlaku buatmu. Tidak pernah!
              Misal dlm kalima dialog: “Kenapa murung lagi?” Tegur mama. “Luhan lagi?” Aku tersenyum, mencium keningnya yg kian keriput 
              Misal: Honey, mama harus berkata apa lagi padamu agar kamu benar2 bisa menjadi dirimu lg yg anak mama, yg penuh ceria? 
              Misal: Come on, Neng, mau galau sekelam mendung hitam sore ini, plisss Luhan nggak akan pernah menjemputmu lg malam ini  
                • Seabrek kita bisa membuat beragam kalimat pembuka tentang ide mantan itu. Jika kalimat pembuka sudah dibuat, masalah pertama kita sudah beres. 
                • Sekarang anggaplah kita sudah bisa membuat satu paragraf. Yaa ampun, kok macet lagi mau nyambungin paragraf kedua ya? Hadeeh
                • Tenang! Nih Rahasia jitu nyambungin antar paragraf. Pake dialog! Ya, dialog! Sebaliknya, jika dialog udah, pake narasi! 
                • Tips mengatasi kebuntuan menyambung paragraf yang sudah kelar ialah menggunakan model dialog jika sebelumnya narasi dan sebaliknya. Tentu dialog yang dibuat harus “sealur” dengan narasi paragraf sebelumnya.
                Misal kita menggunakan paragraf pembuka dengan kalimat: "sedang apa kau, Luhanku? Masih ingatkah padaku? Sore ini aku kembali mengingatmu, seperti biasa."
                Bikin aja dialog penyambungnya seperti berikut:
                “Han…” Ia menoleh. Wajahnya memang indah
                “Ngagetin aja manggil mesra gitu,” sahutnya, trsenyum. “Aku pengen nanya lg ttng mamamu,” ujarku pelan. Aku tau ini rumit.  
                “Plis dong knp sih kamu selalu bahas mamaku…” Nadanya melompat. Ya, inilah yg kumaksud rumit, Luhan selalu sensitif jika kusebut mamanya. Nadanya sontak meninggi. “Plis, Han, ini penting buat kita, plis tenang…” Aku gk mau kepancing
                “Penting buatmu, bukan buat kita!” Ia berdiri. “Aku gagal paham ma pikiranmu, pdhal jelas2 aku gk bs hidup tnp mamaku.”
                “Han, siapa yg pngen misahin kamu ma mamamu? Nggak, Han! Aku hnya pngen km bersikap rasional, termsuk ma mamamu…”  
                            • Sampe di sini sudah banyak tuh paragrafnya, cerita udah berjalankan, sekarang masukkan narasi lagi deh. Misal:
                            Luhan mendengus, seperti biasa. Ah, susahnya menyampaikan hal yang sederhana sekalipun pada orang yang sedang didera emosi. 
                            Entah sudah berapa ratus kali aku jadi turut membisu jika keadaannya sudah blank gini. Percuma aku ngajak dia bicara lagi sebab pasti berujung pada perdebatan. Ya Tuhan, plis bantuin aku, kasih aku cara tuk buktiin ke Luhan bahwa niatku baik.
                                • Lalu kalian masuk lagi ke dialog ya. Bisa dialog panjang atau pendek-pendek, sesuai kebutuhan suspensi cerita.
                                • Disiplinkan diri untuk mengikuti outline cerita yang sudah dibuat dalam coret-coret sebelum menulis tadi. Jangan keluar dari outline dulu biar gak mis.
                                • Kalopun di tengah jalan ada pengembngan gagasan baru, catat di kertas lain dulu. Pokoknya saat nulis patuh dulu deh sama outline awal. 
                                • Anggap sekarang sudah selesai ceritamu. Sekarang copy paste di file baru, lalu coba masukkan gagasan baru tadi, jangan di file asli. 
                                • Kalo udah, matiin laptop. Beberapa hari kmudian, buka lagi, baca dan baca 2 file tadi, yang lebih buruk singkirkan.

                                Sumber:
                                twitter @nulisbuku dan @rezanufa

                                Selasa, 07 Mei 2013

                                Belajar Menulis: Karakter atau Penokohan

                                gambar: fiksi.kompasiana.com

                                Berikut saya kutipkan Kultwit @nulisbuku mengenai Karakter atau Penokohan:
                                Ada 3 element penting dalam sebuah cerita: Karakter, Setting dan Konflik.
                                Karakter sebuah cerita haruslah kuat dan nyata. Kuat maksudnya ada hal yang menonjol dari tokoh tersebut sehingga menjadi fokus dari isi cerita. Nyata maksudnya karakter tersebut dapat dibayangkan/ diimajinasikan oleh pembaca. Sehingga seolah-olah tokoh yang kalian ceritakan sungguh-sungguh ada.
                                Ada 5 cara mendapatkan sebuah karakter: 
                                Cara 1: Amati! Amatilah orang-orang di jalan, di mall, di kafe ataupun orang-orang di sekitar kita. 
                                Cara 2: Baca dan Bayangkan! Bacalah koran dan bayangkan karakter masing-masing orang pada topik yang kita baca. 
                                Cara 3: Terjemahkan! Coba terjemahkan sebuah nama ke dalam sebuah. Misalnya, karakter apa yang kita pikirkan jika mendengar nama Veronique? keras kepala & wanita yang tegas? Cantik, putih, tinggi, langsing, jaim? Penderita DS, kecil, kulit sawo mateng? cewek. Cantik, tinggi, langsing, licik. Berlipstik merah, stiletto, gaun hitam, dan sebatang rokok?
                                Cara 4: Mix and Match! Gabungkan beberapa karakter dari orang-orang di sekitar kita dan buatlah menjadi karakter yang baru.
                                Cara 5: Perbanyak! Dari satu tokoh yang kita punya, buatlah tokoh-tokoh lain yang mendukung peran si tokoh utama.

                                Jika sudah mendapatkan karakter yang kita inginkan, kini saatnya mengembangkan karakter tersebut.
                                Tokoh dalam sebuah cerita tak hanya memiliki satu sifat saja, tentunya harus ada sifat-sifat lain yang mendukung. Pengembangan karakter sangat membantu dalam mengenali tokoh yang kita gunakan. 
                                Salah satu cara untuk mengenali karakter adalah dengan membuat biodatanya. Buat biodata karakter selengkap mungkin, tapi tidak semuanya kita harus masukkan ke dalam cerita. Atau jawab beberapa pertanyaan (optional), seperti: 
                                • Apa pekerjaan tokoh? 
                                • Seperti apa keluarganya? keluarganya baik baik aja (?) 
                                • Apakah status? Seperti apa hubungannya dengan kekasihnya? galau (?) pengen tapi ga pengen (?); Sudah bertunangan, sedang berjalan baik. 
                                • Apa saja aktivitas tokoh? Dan apa saja hobinya?
                                • Apa keunggulan dan kelemahan yang dimiliki tokoh? plin plan?
                                • Apakah keinginan terbesarnya dan apa ketakutan terbesarnya? general manager sama novelis. 
                                • Sifat apa yang ingin diubahnya? dan apa yang tidak diketahui oleh tokoh?

                                Dan, jangan lupa untuk membedakan antara karakter dewasa dan karakter anak agar lebih masuk akal, Untuk membantu kita membuat karakter, coba isi biodata karakter tokoh dari pertanyaan-pertanyaan di sini~> http://t.co/mJrVyWoS
                                Selamat berlatih menulis :)

                                Popular Posts

                                 
                                Design by Satria Adhi